Klikinaja – Awal tahun 2025 menjadi masa sulit bagi industri perhotelan di berbagai daerah di Indonesia. Dampak dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah membuat banyak hotel mulai kesulitan mempertahankan tingkat hunian kamar dan permintaan ruang pertemuan.
Salahseorang pengelola hotel di Jakarta mengatakan, biasanya awal tahun masih bisa diandalkan dari kegiatan instansi pemerintahan. Namun saat ini, situasinya jauh berbeda. “Biasanya kita dapat banyak meeting dari kantor pemerintah. Tapi sekarang hampir nggak ada, semua hemat anggaran,” ujarnya.
Hotel tersebut mencoba untuk mengalihkan target pasar ke wisatawan individu dan korporasi, namun hal tersebut belum membuahkan hasil yang optimal. “Pasar leisure juga sedang lesu. Lokasi kami di pusat Jakarta, sedangkan wisatawan keluarga lebih memilih ke daerah penyangga seperti Bogor saat akhir pekan,” tambahnya.
Tak sedikit pada akhirnya banyak hotel harus mengambil langkah efisiensi internal, seperti mengurangi jumlah tenaga kerja. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, Joko Sutrisno, mengatakan banyak instansi yang membatalkan agenda kegiatan mereka yang semula sudah terjadwal di hotel-hotel.
“Banyak pembatalan. Tahun lalu sudah ada booking, tapi awal tahun ini dicancel semua. Hampir semua hotel di Solo kena dampaknya,” jelas Joko.
Beberapa hotel bahkan sudah melakukan pengurangan karyawan dengan merumahkan karyawannya, terutama pekerja harian atau daily worker yang paling terdampak. Meski Joko tak menyebutkan nama hotel secara spesifik, ia menegaskan bahwa situasi ini cukup dirasakan hampir semua hotel.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di bulan Maret tahun 2025 hanya mencapai 33,56 persen, turun drastis 13,65 poin dari bulan sebelumnya. Penurunan paling tajam terjadi di DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Sumatera Barat.
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, angkat bicara dan mengakui bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah memang sangat berdampak pada sektor pariwisata, khususnya akomodasi. Namun, ia tetap optimis jika pelaku industri mampu beradaptasi dan membuat inovasi dengan menciptakan pasar-pasar baru.
“Potensi wisatawan domestik tetap besar. Hingga akhir 2024, pertumbuhannya mencapai 21,7 persen. Kita bisa buat paket meeting untuk komunitas, eduwisata, atau kolaborasi lain yang sesuai dengan prinsip pariwisata berkelanjutan,” jelasnya melalui situs resmi Kementerian Pariwisata.
Selain itu, pasar wisatawan mancanegara juga dianggap masih potensial untuk dioptimalkan, meski tantangan geopolitik global terus membayangi.
“Industri hotel harus tetap tangguh dan siap menghadapi dinamika ke depan,” tambah Widiyanti. (Tim)