Banjir Bandang Terjang Sumatera, Ahli UGM Beberkan Penyebab Utama

Avatar photo

- Jurnalis

Selasa, 9 Desember 2025 - 13:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati.

Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati.

KLIKINAJA – Banjir bandang dan tanah longsor melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada pekan lalu. Para pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan BMKG menilai rangkaian bencana ini dipicu faktor geologi labil, rusaknya ekosistem hutan, serta meningkatnya intensitas hujan akibat perubahan iklim.

Kerentanan Sumatera dan Pengaruh Bentang Alam

Pulau Sumatera kembali berada dalam sorotan usai bencana hidrometeorologis menghantam berbagai wilayahnya. Peristiwa ini mengulang pola serupa yang terus terjadi setiap musim hujan, terutama pada kawasan yang berada di kaki-kaki pegunungan.

Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Dr. Hatma Suryatmojo, menjelaskan bahwa kondisi geomorfologi Sumatera membuat wilayah ini rentan mengalami banjir besar. Banyak kawasan permukiman berdiri di area kipas vulkanik yang secara alami menjadi tempat berkumpulnya aliran air dari lereng-lereng terjal.

Ia menuturkan, saat hujan intens turun, air dari dataran tinggi mengalir sangat cepat ke dataran rendah dan membawa material dalam jumlah besar. Kombinasi faktor topografi ini membuat banjir bandang sulit dihindari tanpa penataan ruang yang ketat.

Kerusakan Lingkungan di Hulu Perparah Bencana

Selain faktor alamiah, kerusakan ekologis turut memperburuk kondisi. Hatma mengungkapkan bahwa pembukaan lahan, alih fungsi hutan, dan perluasan kawasan permukiman di wilayah hulu telah menghilangkan kemampuan tanah menahan air.

Baca Juga :  Pendaftaran Petugas Haji 2026 Resmi Dibuka Nasional

Menurutnya, hutan berperan signifikan dalam menyerap dan menahan air hujan. Pada kondisi normal, sebagian air tertahan di tajuk pohon dan sisanya meresap ke tanah. Namun ketika tutupan vegetasi hilang, seluruh air langsung mengalir menuju sungai pada waktu bersamaan, sehingga debit puncak meningkat dengan cepat.

Hatma mengingatkan bahwa praktik-praktik yang merusak ekologi harus dihentikan. Ia menyebutkan bahwa tanpa pemulihan lingkungan di hulu, risiko banjir akan terus meningkat setiap tahun.

Dampak Perubahan Iklim dan Peningkatan Hujan Ekstrem

Risiko bencana di Sumatera semakin diperbesar oleh perubahan iklim. Mantan Kepala BMKG, Prof. Dwikorita Karnawati, menilai peningkatan suhu global yang telah mencapai 1,55 derajat Celsius kini memicu hujan ekstrem jauh lebih sering dibandingkan dekade sebelumnya.

Dwikorita menjelaskan, curah hujan harian yang mencapai ratusan milimeter sulit ditampung oleh sistem hidrologi di sebagian besar wilayah Sumatera. Jika pemanasan global terus berlanjut dan mencapai lebih dari 3 derajat Celsius pada akhir abad, intensitas bencana diperkirakan akan meningkat drastis.

Ia menyampaikan peringatan keras bahwa tanpa mitigasi berbasis ekologi, kerusakan lingkungan akan berlangsung lebih cepat dibanding upaya perbaikannya.

Geologi Labil dan Ancaman Longsor Berulang

Kondisi geologi Sumatera turut memperbesar ancaman. Dwikorita memaparkan bahwa struktur batuan di pulau tersebut banyak memiliki rekahan akibat tabu­ngan tumbukan lempeng sejak masa lampau. Retakan ini membuat tanah mudah bergerak, terutama setelah terjadi gempa, meski dengan magnitudo kecil.

Baca Juga :  Prakiraan Cuaca Kerinci Sepekan Kedepan

Longsoran material yang menutup jalur sungai juga sering membentuk bendungan alami. Bendungan ini dapat jebol sewaktu-waktu dan memicu banjir bandang yang lebih besar di hilir.

Siklon Tropis Muncul di Luar Pola Normal

Fenomena atmosfer lain yang turut memicu bencana adalah meningkatnya siklon tropis yang terbentuk di sekitar Indonesia. Siklon yang seharusnya jarang memasuki wilayah tropis kini lebih sering muncul dan bahkan melintasi daratan.

Dwikorita menyebut fenomena seperti Siklon Senyar sebagai contoh anomali cuaca terbaru. Siklon tersebut tumbuh di wilayah yang biasanya tidak memungkinkan dan bergerak hingga mencapai Semenanjung Malaya. Kejadian ini menunjukkan perubahan pola siklon yang semakin sulit diprediksi.

Ia menilai, kemunculan siklon-siklon baru dengan perilaku tidak lazim merupakan indikasi kuat bahwa perubahan iklim telah mempengaruhi dinamika atmosfer kawasan Indonesia.

Perlu Mitigasi Menyeluruh

Rangkaian bencana yang terjadi di Sumatera menunjukkan keterhubungan antara kerusakan lingkungan, kondisi geologi labil, dan perubahan iklim. Para ahli menekankan perlunya penataan ruang yang lebih ketat, pemulihan hutan, serta penguatan sistem peringatan dini untuk mengurangi risiko bencana di masa mendatang.(Tim)

Berita Terkait

Ini Standar Kerja Baru PNS Era Prabowo
CPNS 2026, Kapan Dibuka dan Apa Saja Syaratnya
Usulan Single Salary 2026, Ini Hitungan Baru Penghasilan Guru Bersertifikat
Tiga Perusahaan di Batang Toru, Tapsel Dihentikan Sementara, Menteri LH Perintahkan Audit Lingkungan
Gubernur Al Haris Terima Penghargaan Pemimpin Pariwisata Indonesia 2025
Presiden Prabowo Naikan Bonus Peraih Mendali Emas di SEA Games 2025, Ini Besarannya
Kerusakan Hutan Picu Banjir Sumatera, Menhut Didesak Mundur
Emas Perhiasan Menguat Hari Ini, Berikut Daftar Harganya

Berita Terkait

Selasa, 9 Desember 2025 - 13:00 WIB

Banjir Bandang Terjang Sumatera, Ahli UGM Beberkan Penyebab Utama

Senin, 8 Desember 2025 - 16:00 WIB

Ini Standar Kerja Baru PNS Era Prabowo

Senin, 8 Desember 2025 - 09:00 WIB

CPNS 2026, Kapan Dibuka dan Apa Saja Syaratnya

Minggu, 7 Desember 2025 - 09:00 WIB

Usulan Single Salary 2026, Ini Hitungan Baru Penghasilan Guru Bersertifikat

Sabtu, 6 Desember 2025 - 18:00 WIB

Tiga Perusahaan di Batang Toru, Tapsel Dihentikan Sementara, Menteri LH Perintahkan Audit Lingkungan

Berita Terbaru

Ilustrasi Free Fire.

Tech & Game

Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember 2025, Cek Contoh Kodenya

Selasa, 9 Des 2025 - 10:30 WIB