KLIKINAJA, JAKARTA – Kerusakan hutan yang diduga memperparah banjir besar di Sumatera kembali menjadi sorotan tajam dalam rapat Komisi IV DPR RI bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Kamis (4/12/2025). Sejumlah anggota dewan menilai lemahnya pengawasan dan tata kelola kehutanan turut memicu bencana, hingga muncul desakan agar Menhut mundur dari jabatannya.
Kerusakan Hutan Dinilai Faktor Utama Banjir
Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera dalam beberapa pekan terakhir menjadi perhatian serius DPR. Para anggota dewan menyimpulkan bahwa kerusakan hutan yang terjadi secara masif mulai dari alih fungsi lahan hingga pembukaan kawasan tanpa kendali berperan besar dalam meningkatnya intensitas dan luasan banjir.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKB, Usman Husin, menjadi salah satu legislator yang paling keras menyuarakan kritik. Ia menilai kementerian gagal menjalankan fungsi pengawasan dan mitigasi, sehingga kerusakan hutan terus berlangsung tanpa pengendalian yang efektif.
“Hilangnya tutupan hutan di banyak titik membuat daerah tidak lagi mampu menahan air. Ini bukan hanya bencana alam, tetapi konsekuensi dari kebijakan yang tidak berjalan,” kata Usman.
Menhut Dianggap Tak Peka, Desakan Mundur Menguat
Dalam rapat tersebut, Usman menilai respons Menteri Kehutanan terhadap bencana tidak menunjukkan empati maupun keseriusan untuk mengevaluasi tata kelola hutan. Ia bahkan meminta Raja Juli mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya.
“Kalau kementerian tidak sanggup mengelola sektor yang menjadi kunci keselamatan lingkungan, maka lebih baik mundur,” ujarnya.
Menurutnya, banjir yang meluas merupakan sinyal kuat bahwa kebijakan kehutanan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ia menyebut perlu ada langkah tegas, termasuk perombakan kebijakan dan tanggung jawab pada level pimpinan.
Perizinan Kehutanan Dinilai Bermasalah
Isu lain yang memicu kritik ialah penerbitan perizinan kehutanan yang disebut tidak sejalan dengan aspirasi pemerintah daerah. Usman menyinggung beberapa kasus pada Oktober dan November lalu, ketika izin baru tetap dikeluarkan meskipun bupati telah meminta penghentian sementara.
“Ketika daerah berusaha menahan alih fungsi lahan, kementerian justru mengeluarkan izin baru. Ini memperburuk kerusakan hutan yang menjadi penyebab banjir,” tegasnya.
Ia menyatakan sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah harus diperbaiki agar kerusakan hutan tidak semakin meluas.
Data Deforestasi yang Dipertanyakan
Kementerian Kehutanan sebelumnya memaparkan penurunan angka deforestasi di beberapa provinsi sepanjang 2025. Namun DPR menilai data tersebut tidak mencerminkan kondisi lapangan, terlebih terjadi banjir berskala besar.
Usman menyoal minimnya kegiatan reboisasi yang dapat menjadi dasar klaim penurunan deforestasi. Menurutnya, paparan tersebut membingungkan dan tidak selaras dengan dampak yang dirasakan masyarakat.
“Jika deforestasi benar menurun, mengapa banjir malah semakin parah? Ada data yang perlu ditinjau ulang,” ujarnya.
Rapat tersebut belum menghasilkan keputusan final, tetapi kritik tajam DPR menandakan perlunya evaluasi besar-besaran dalam kebijakan kehutanan. Kerusakan hutan yang terus berlangsung dan banjir yang berulang dianggap bukti bahwa pengelolaan kawasan hutan perlu pembenahan menyeluruh bahkan hingga ke tingkat pimpinan kementerian.(Tim)









