KLIKINANJA, JAKARTA – Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menanggapi maraknya buruh yang memilih bermalam di Stasiun Cikarang karena tak kebagian KRL menuju Bekasi dan Jakarta. Pemerintah membuka opsi penambahan jam layanan, bahkan hingga pengoperasian 24 jam, meski keputusan final masih menunggu kajian teknis dan biaya dari PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Dudy menjelaskan Kemenhub akan berkoordinasi dengan KAI dan KAI Commuter untuk menilai kemungkinan perubahan operasional tersebut. Ia menegaskan bahwa keputusan tidak bisa diambil sepihak tanpa perhitungan yang matang.
“Kami akan berdiskusi dengan KAI. Mereka perlu menghitung kembali biaya operasional jika kereta harus berjalan sepanjang hari, atau mungkin ada alternatif lain yang lebih memungkinkan,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11).
Pantauan Jumlah Buruh yang Menginap
Menurut Dudy, pemerintah juga akan melihat seberapa besar kebutuhan masyarakat sebelum memutuskan penambahan jam operasi. Termasuk memantau jumlah pekerja yang rutin bermalam di stasiun karena tidak terangkut kereta terakhir.
“Kami cek dulu datanya, berapa banyak yang terpaksa menginap. Kalau memang dibutuhkan, kami bicarakan lagi dengan pihak KAI,” kata dia.
KAI Imbau Penumpang Tidak Menginap di Stasiun
KAI Commuter menegaskan bahwa stasiun bukan tempat untuk bermalam dan setiap lokasi harus dikosongkan setelah keberangkatan terakhir. Pembersihan serta perawatan rutin wajib dilakukan agar layanan KRL dapat berjalan optimal keesokan harinya.
“Kami harus memastikan seluruh area steril demi keamanan dan perawatan fasilitas,” jelas VP Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda, dalam keterangan tertulis, Selasa (18/11).
Ia menjelaskan bahwa masa perawatan menjadi kunci untuk menjaga performa armada KRL Jabodetabek, yang saat ini beroperasi mulai pukul 04.00 hingga 23.30 WIB. Dalam sehari, KRL melayani 1.063 perjalanan di 83 stasiun.
Karina menambahkan, KAI Commuter sudah memaksimalkan armada yang ada, termasuk pengoperasian 11 rangkaian baru CLI-125 dengan konfigurasi 12 gerbong untuk menjaga headway tetap stabil.
Pengamat: Tambah Satu Jadwal Sudah Cukup
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai pengoperasian KRL 24 jam bukan solusi efektif. Menurutnya, kebutuhan buruh cukup diakomodasi dengan menambah satu jadwal keberangkatan setelah kereta terakhir, disesuaikan dengan jam kerja shift malam.
“Tidak perlu 24 jam. Demand tengah malam rendah, dan pemeliharaan rel serta armada bisa terganggu. Cukup tambah satu perjalanan setelah jam pulang buruh,” ujarnya kepada kumparan, Selasa (18/11).
Djoko juga menolak wacana penyediaan kereta khusus buruh. Menurutnya, KRL reguler sudah memadai untuk melayani pekerja maupun warga lain yang pulang larut malam.
Kebutuhan Transportasi Sesuai Karakter Masyarakat
Ketua Umum P3HKI, Agusmidah, menilai pemerintah harus menyesuaikan layanan transportasi dengan karakteristik penduduk. Di kawasan industri seperti Cikarang, banyak pekerja pulang pada shift terakhir sehingga memerlukan moda transportasi yang tetap beroperasi hingga malam.
“Pemerintah harus memetakan kebutuhan masyarakat, termasuk pekerja berbasis shift. Itu bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan dan melindungi pekerja,” jelasnya.
Pemerintah kini menimbang berbagai opsi untuk mengatasi persoalan buruh yang bermalam di stasiun. Keputusan akhir terkait penambahan jam operasional KRL baru akan ditetapkan setelah kajian teknis, kebutuhan penumpang, dan kemampuan operasional KAI benar-benar dipertimbangkan.(Tim)









