KLIKINAJA – Pemerintah pusat menghentikan sementara aktivitas tiga perusahaan yang beroperasi di kawasan Batang Toru, Tapanuli Selatan, setelah rangkaian banjir dan longsor kembali melanda wilayah tersebut. Kebijakan itu diumumkan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, yang menilai kawasan hulu sungai berada dalam kondisi kritis dan membutuhkan intervensi cepat.
Keputusan penghentian kegiatan usaha berlaku mulai 6 Desember 2025. Pemerintah juga mewajibkan seluruh perusahaan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru untuk mengikuti audit lingkungan. Pemeriksaan resmi terhadap tiga perusahaan terkait dijadwalkan berlangsung pada 8 Desember 2025 di Jakarta.
Kawasan Batang Toru Dinilai Mengalami Tekanan Berat
Dalam penjelasannya, Hanif menegaskan bahwa DAS Batang Toru dan Garoga merupakan wilayah yang memiliki fungsi ekologis strategis. Menurutnya, kerusakan yang terus terjadi di daerah tersebut dapat berdampak luas terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem.
“Kawasan ini tidak boleh dibiarkan terus mengalami degradasi. Audit menyeluruh perlu dilakukan agar kita mengetahui tingkat kerusakan serta faktor-faktor yang memperburuk kondisi lingkungan,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang dirilis Sabtu (6/12).
Menteri Lingkungan Hidup itu menambahkan bahwa proses hukum akan ditempuh apabila ditemukan pelanggaran dalam aktivitas perusahaan. Pemerintah, tegasnya, tidak ragu membawa kasus ini ke ranah pidana apabila bukti yang muncul mengarah pada kelalaian serius maupun eksploitasi berlebihan.
Evaluasi Tata Ruang dan Persetujuan Lingkungan Diperketat
Selain memberhentikan sementara operasional industri, Kementerian Lingkungan Hidup juga memperkuat proses verifikasi dokumen terkait persetujuan lingkungan dan kesesuaian tata ruang. Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya memastikan kegiatan usaha di sepanjang aliran sungai tidak bertentangan dengan daya dukung kawasan.
“Semua kegiatan yang berada di area DAS harus memenuhi persyaratan ketat. Jika ada yang tidak sesuai dengan tata ruang, tentu akan kami koreksi,” jelas Hanif.
Kebijakan ini diambil setelah pemerintah pusat menilai bahwa sejumlah kegiatan industri di hulu sungai telah memberikan tekanan signifikan terhadap kondisi tanah dan vegetasi. Tanpa penataan ulang, risiko bencana diyakini akan terus meningkat.
Pemantauan Udara Ungkap Pembukaan Lahan Meluas
Sementara itu, Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Rizal Irawan, memaparkan hasil pemantauan udara yang menunjukkan adanya perluasan pembukaan lahan dari berbagai sektor. Temuan itu meliputi kegiatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), hutan tanaman industri, pertambangan, serta perkebunan sawit.
Menurut Rizal, material kayu yang terbawa dari aktivitas pembukaan lahan menjadi salah satu pemicu erosi parah dan aliran sedimen besar ke arah sungai. Kondisi tersebut mempercepat kerusakan DAS sekaligus meningkatkan risiko banjir bandang.
“Dari helikopter terlihat jelas ketidakteraturan pembukaan lahan yang menambah tekanan terhadap lingkungan. Pengawasan akan kami perluas ke wilayah Garoga dan DAS lain di Sumatera Utara,” ujarnya.
Pemerintah Siapkan Pemulihan Lingkungan Berkelanjutan
Kementerian Lingkungan Hidup memastikan proses pemulihan akan dilakukan secara bertahap. Pemerintah berencana menghitung nilai kerusakan, menilai dampaknya terhadap masyarakat, serta menentukan langkah-langkah rehabilitasi yang wajib dilaksanakan perusahaan.
Audit lingkungan diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi kawasan serta menjadi dasar penerapan sanksi yang proporsional. Pemerintah menegaskan bahwa keselamatan warga dan kelestarian alam menjadi prioritas utama dalam penanganan kasus Batang Toru.
Langkah penghentian sementara operasional perusahaan dan audit lingkungan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengendalikan kerusakan ekosistem hulu sungai. Evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas industri diharapkan dapat menekan risiko bencana sekaligus memulihkan fungsi ekologis DAS Batang Toru dan Garoga.(Tim)









