KLIKINANJA – Impian seorang remaja asal Kabupaten Bandung untuk menapaki karier sebagai pesepak bola profesional berujung petaka. Rizki Nur Fadhilah (18), warga Kampung Cilisung, Desa Dayeuhkolot, diduga kuat menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) setelah dijanjikan kontrak bermain di sebuah klub di Medan.
Perjalanan Rizki pada akhir Oktober 2025 itu semula terlihat meyakinkan. Remaja yang sejak kecil menekuni posisi penjaga gawang tersebut bahkan pernah menimba ilmu di Diklat Persib dan SSB Hesebah. Bakatnya membuat keluarga percaya ketika ia mengatakan mendapat kontrak bermain selama satu tahun.
Ayahnya, Dedi Solehudin, masih ingat hari itu dengan jelas. Pada 26 Oktober 2025, Rizki dijemput menggunakan kendaraan travel dan dibawa dari Dayeuhkolot menuju Jakarta sebelum disebut-sebut akan melanjutkan penerbangan ke Medan.
Dedi menuturkan, putranya sangat yakin dengan tawaran tersebut. “Dia bilang ada kontrak main bola di Medan. Semua sudah disiapkan, dijemput pakai travel. Kami percaya karena dia memang dari kecil fokus sepak bola,” ujarnya, Rabu (19/11/2025).
Namun dugaan itu langsung sirna. Rute perjalanan yang disebutkan ternyata hanya tipu daya. Alih-alih menuju klub sepak bola, Rizki justru dibawa ke luar negeri. Dari Medan ia diterbangkan ke Malaysia, lalu dipindahkan lagi ke Kamboja tanpa sepengetahuan keluarga.
Menurut Dedi, putranya hanya dijadikan umpan dengan iming-iming kesempatan meniti karier di lapangan hijau. “Dia diiming-imingi main bola. Ternyata itu jebakan. Anak saya senang main bola, makanya mudah percaya,” katanya.
Beberapa hari setelah keberangkatan, kabar mengejutkan datang. Rizki menghubungi keluarga secara diam-diam dan mengaku dirinya dijebak. Dalam percakapan singkat itu, ia mengungkapkan bahwa ia sudah berada di Kamboja dan tidak bisa keluar dari tempat dirinya ditahan.
“Dia bilang, ‘Pak, Aa dijebak,’” ucap Dedi.
Situasi Rizki memburuk setelah itu. Dari penuturan yang disampaikan kepada keluarga, ia dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan online dengan target harian tertentu. Jika gagal, ia disiksa secara fisik. Hukuman yang ia terima mulai dari pemukulan, dipaksa push-up, hingga mengangkat galon air berkali-kali dari lantai satu ke lantai sepuluh.
“Anak saya disiksa tiap hari. Targetnya harus dapat 20 nomor orang Cina yang kaya. Kalau tidak, dia dipukul dan disuruh angkat galon ke lantai tinggi,” ungkap Dedi.
Sementara itu, para perekrut yang sebelumnya berkomunikasi dengan Rizki kini tak dapat dihubungi. Keluarga pun tidak memiliki akses untuk mengetahui kondisi maupun lokasi pastinya. Karena itu, Dedi meminta pemerintah mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan putranya.
“Tolong segera pulangkan anak saya dalam keadaan sehat. Kami memohon bantuan pemerintah, terutama Bapak Presiden, untuk memperhatikan kasus ini,” ujarnya.
Kasus yang dialami Rizki menambah daftar panjang praktik TPPO dengan modus rekrutmen olahraga, pekerjaan fiktif, hingga penyaluran tenaga kerja ilegal ke luar negeri. Pemerhati migrasi meminta masyarakat berhati-hati terhadap tawaran yang terlihat menjanjikan namun tidak memiliki dokumen resmi.
Hingga berita ini diterbitkan, keluarga masih menunggu tindak lanjut pemerintah dan berharap Rizki dapat segera kembali ke Indonesia dalam keadaan selamat.(Tim)









