KLIKINAJA – Jumlah korban jiwa pada bencana hidrometeorologi di tiga provinsi Sumatera dilaporkan kembali bertambah. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 217 orang meninggal di Sumatera Utara, 129 korban di Sumatera Barat, dan 96 jiwa di Aceh. Selain itu, ratusan warga masih dinyatakan hilang dan belum ditemukan oleh tim pencarian gabungan.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, dalam paparan resmi yang turut dihadiri Menko PMK Pratikno dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pada Minggu malam.
Ia menegaskan bahwa titik paling parah berada di wilayah Sumatera Utara, terutama kawasan Sibolga, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, yang mengalami kerusakan infrastruktur dan korban terbanyak. Tim penyelamat masih bekerja memperluas pencarian, terutama pada daerah yang aksesnya terputus akibat longsor dan banjir bandang.
Berbeda dengan Sumatera Utara, kondisi di Sumatera Barat perlahan menunjukkan perbaikan meski jumlah korban tetap besar. Suharyanto menjelaskan bahwa pemulihan di provinsi tersebut lebih cepat dibanding dua wilayah lain karena hujan mulai mereda dan akses sudah lebih memungkinkan untuk dimasuki logistik dan alat berat. “Pada hari ketiga pascabencana, kondisi di Sumbar berangsur pulih dan hujan tidak lagi turun,” ujarnya dalam sesi keterangan pers.
Sementara itu, penyaluran bantuan di Aceh terus digenjot. BNPB melaporkan 11 dari 17 kabupaten/kota terdampak telah menerima bantuan logistik dengan total distribusi mencapai 4 ton. Bantuan tersebut berupa pangan, selimut, serta kebutuhan mendesak lain bagi warga yang masih berada di lokasi pengungsian. Suharyanto menambahkan bahwa sebagian besar distribusi dilakukan melalui jalur udara karena banyak jalan penghubung antardaerah belum bisa dilalui kendaraan.
Dampak bencana ini juga terlihat jelas melalui dokumentasi udara yang memperlihatkan pemukiman warga terendam dan sebagian terisolasi. Salah satunya di Desa Napai, Kecamatan Woyla Barat, Aceh Barat, di mana rumah-rumah tampak dikelilingi air banjir hingga menyulitkan akses evakuasi. Kondisi tersebut memperkuat urgensi penyelamatan dan distribusi kebutuhan harian bagi masyarakat yang masih bertahan.
Selain pencarian korban, pemerintah juga memprioritaskan pembukaan akses jalan, penyediaan posko kesehatan, serta pendataan kerusakan. Proses identifikasi korban hilang dilakukan secara bertahap dengan dukungan TNI-Polri dan relawan lokal. Meski demikian, medan yang berat dan cuaca yang tidak menentu masih menjadi tantangan utama di lapangan.
Koordinasi lintas lembaga terus dilakukan agar proses pemulihan berlangsung cepat. Pemerintah pusat mendorong percepatan perbaikan infrastruktur dasar, termasuk jaringan listrik, air bersih, serta komunikasi. Sejumlah alat berat telah dikerahkan untuk membersihkan material longsor, sementara helikopter tambahan diusulkan untuk memperluas distribusi bantuan ke wilayah yang belum dapat dijangkau lewat darat.
Tragedi ini menjadi salah satu bencana dengan korban terbesar di 2025, mengingat jumlah warga terdampak mencapai ribuan. BNPB mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap potensi bencana lanjutan mengingat curah hujan di beberapa daerah masih tinggi. Pemerintah daerah diminta memperkuat sistem peringatan dini serta memastikan titik rawan longsor dan banjir mendapat penanganan khusus.
Hingga laporan terbaru dirilis, proses pencarian dan penyaluran bantuan masih terus berjalan. Pemerintah menegaskan komitmen mempercepat pemulihan serta memastikan seluruh korban tertangani. Situasi ini menjadi pengingat bahwa penanggulangan bencana memerlukan kesiapsiagaan kolektif, terutama bagi wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi.(Tim)









