Klikinaja, Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) akhirnya angkat suara terkait isu dugaan kerugian hingga Rp63 triliun per tahun yang dikaitkan dengan hangusnya kuota internet pelanggan. Isu ini sebelumnya mencuat usai pernyataan dari anggota Komisi I DPR RI yang menyebut praktik tersebut merugikan masyarakat.
Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir menjelaskan bahwa pemberlakuan masa aktif pada paket data merupakan hal yang lazim di industri telekomunikasi. Menurutnya, sistem ini berbeda dari layanan seperti listrik atau kartu tol.
“Kuota internet tidak didasarkan pada volume pemakaian saja melainkan pada izin spektrum frekuensi yang diberikan pemerintah untuk jangka waktu tertentu. Ini berbeda dengan produk yang bisa digunakan kapan saja,” ujar Marwan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/6/2025).
Marwan menambahkan bahwa penerapan masa aktif bukan hanya berlaku di Indonesia saja. Beberapa operator global seperti Kogan Mobile di Australia dan CelcomDigi di Malaysia juga menerapkan kebijakan serupa, di mana kuota akan hangus jika tidak digunakan dalam periode yang telah ditentukan.
Lebih lanjut Marwan menekankan bahwa semua anggota ATSI selalu mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, termasuk dalam hal penetapan harga, kuota dan masa aktif layanan prabayar. Ia mengacu pada Pasal 74 Ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (PM Kominfo) No. 5 Tahun 2021 yang menetapkan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu pemakaian.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa pulsa maupun kuota internet bukanlah alat pembayaran yang sah ataupun uang elektronik sebagaimana ditegaskan oleh Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Karena itu, kuota dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seperti produk konsumsi lainnya.
Soal transparansi, ATSI menilai hal itu sebagai prinsip utama yang dijunjung tinggi oleh para anggotanya. Marwan menyatakan bahwa operator telekomunikasi selalu memberikan informasi yang jelas mengenai masa aktif, besaran kuota, dan hak-hak pelanggan, baik melalui situs resmi maupun saat proses pembelian paket.
“Setiap paket data sudah dilengkapi dengan syarat dan ketentuan termasuk masa berlaku dan harga. Pelanggan punya kebebasan penuh untuk memilih sesuai kebutuhan mereka,” jelas Marwan.
Lebih Ia mengatakan, ATSI juga terbuka untuk berdiskusi dengan para pemangku kepentingan guna untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Ia berharap kebijakan yang diterapkan dapat mencerminkan keadilan bagi pelanggan sekaligus menjaga keberlangsungan industri telekomunikasi.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN, Okta Kumala Dewi, menyoroti praktik kuota internet hangus yang menurutnya merugikan pelanggan secara signifikan. Ia merujuk pada laporan Indonesian Audit Watch yang memperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp63 triliun per tahun akibat kuota yang tidak terpakai namun tetap dibayar oleh pelanggan.
“Ini bukan sekadar persoalan teknis. Ini menyangkut keadilan dan transparansi. Masyarakat sudah membayar, maka mereka berhak mendapatkan haknya. Negara tidak boleh tutup mata dengan persoalan ini,” tegas Okta, Minggu (8/6/2025).
Ia pun mendesak Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) serta Kementerian BUMN untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan kuota oleh operator seluler. Okta menekankan pentingnya pelaporan yang transparan agar masyarakat tahu ke mana perginya kuota yang tidak sempat digunakan. (Tim)