KLIKINAJA, JAKARTA – Gelombang banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera beberapa hari terakhir menyita perhatian nasional. Selain menyebabkan kerugian besar, bencana ini mengundang sorotan mengenai tata kelola lingkungan di Indonesia. Ketua MPR RI Ahmad Muzani secara tegas menyampaikan bahwa apa yang terjadi bukan hanya ujian alam, tetapi juga akibat dari kebijakan yang selama ini kurang ramah lingkungan.
Menurut Muzani, kondisi yang menimpa tiga provinsi sekaligus Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak dapat dilepaskan dari aktivitas manusia yang berpotensi merusak ekosistem. Ia memandang kejadian ini sebagai cermin sekaligus peringatan keras bagi pemangku kebijakan agar lebih berhati-hati dalam memberikan izin pemanfaatan ruang dan sumber daya alam.
Ia menambahkan, evaluasi menyeluruh diperlukan agar musibah serupa tidak lagi terulang. Kebijakan tata ruang, perizinan industri, dan pola pemanfaatan lahan menurutnya harus dipastikan berpihak pada keseimbangan alam. Dalam pandangannya, kerusakan lingkungan yang dibiarkan berlangsung lama akhirnya menimbulkan risiko bencana yang jauh lebih besar daripada manfaat ekonomi jangka pendek.
Dalam berbagai foto dan laporan lapangan yang beredar, tampak jelas bagaimana material longsor dan limpahan air menghantam pemukiman warga. Sekolah, rumah ibadah, bangunan umum, serta hunian penduduk dilaporkan mengalami kerusakan. Kondisi tersebut menggambarkan betapa massifnya dampak bencana kali ini, bukan hanya terhadap infrastruktur tetapi juga aktivitas sosial masyarakat yang terpaksa berhenti total.
Meski situasi tergolong darurat, Muzani mengapresiasi langkah cepat pemerintah dalam memberikan bantuan. Ia menyebut upaya evakuasi, distribusi logistik, hingga akses udara yang dikerahkan merupakan bentuk kesigapan negara dalam menangani bencana. Akses darat yang terputus tidak menjadi alasan untuk menunda bantuan, sehingga helikopter dan jalur alternatif dimaksimalkan demi menjangkau wilayah terisolasi.
Namun, ia tetap menekankan perlunya pembelajaran jangka panjang. Bagi Muzani, penanggulangan pascabencana tidak cukup bila tidak disertai penataan ulang kebijakan lingkungan. Ia berharap pemerintah pusat maupun daerah mampu menjadikan kejadian ini sebagai titik balik dalam memperkuat regulasi yang mengatur hutan, daerah resapan, serta tata ruang perkotaan dan pedesaan.
Ahmad Muzani juga mengingatkan bahwa perubahan kebijakan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga memerlukan kesadaran kolektif masyarakat dan pelaku industri. Eksploitasi alam tanpa kontrol bukan hanya menyebabkan kerusakan ekologi, tetapi pada akhirnya kembali menyulitkan manusia itu sendiri. Banjir dan longsor di Sumatera menjadi bukti nyata dari konsekuensi tersebut.
Selain kerugian fisik, musibah ini turut meninggalkan trauma bagi warga terdampak. Banyak keluarga kehilangan tempat tinggal, harta benda, hingga akses terhadap layanan dasar. Pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu lama, mengingat skala kerusakan yang luas dan banyaknya titik lokasi terdampak.
Ke depan, diskursus mengenai mitigasi bencana dan tata lingkungan diperkirakan semakin menguat. Publik menaruh harapan agar langkah-langkah pembenahan segera diambil. Muzani menegaskan bahwa keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap perumusan kebijakan.
Tragedi ini memberi pesan bahwa keseimbangan alam tidak dapat diabaikan. Evaluasi kebijakan, penataan ulang ruang, dan komitmen menjaga lingkungan menjadi langkah yang tak bisa ditunda. Musibah banjir dan longsor di Sumatera adalah peringatan sekaligus momentum untuk memperbaiki arah pengelolaan lingkungan di Indonesia.(Tim)









