KLIKINAJA – Pengadilan Bangladesh menjatuhkan hukuman mati kepada mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina pada Senin (17/11/2025). Putusan itu terkait dugaan perintah kekerasan aparat terhadap demonstrasi besar pada 2024, aksi yang kemudian mengguncang pemerintahannya hingga ia lengser dan melarikan diri ke India. Proses hukum berlangsung in absentia karena Hasina tidak berada di Bangladesh.
Vonis yang Menggemparkan Negeri
Majelis hakim menyatakan Hasina bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Tuduhan itu merujuk pada penanganan demonstrasi prodemokrasi tahun lalu yang menewaskan sejumlah warga. Sidang yang berlangsung ketat itu berakhir dengan sorakan dan tepuk tangan dari sebagian pengunjung, menandakan betapa terbelahnya publik Bangladesh terhadap kasus ini.
Meski dihukum mati, Hasina tetap diberikan kesempatan mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Namun keluarga menyatakan belum akan mengambil langkah tersebut hingga pemerintahan hasil pemilu terbentuk. Bangladesh sendiri berencana menggelar pemilu pada awal Februari 2026.
Situasi Keamanan Memanas
Satu hari sebelum vonis dibacakan, Dhaka diguncang ledakan sedikitnya 30 bom rakitan yang terjadi di berbagai titik ibu kota. Insiden itu mempertegas kekhawatiran banyak pihak bahwa ketegangan politik dapat berubah menjadi kekerasan terbuka.
Liga Awami partai yang selama ini mendukung Hasina—menilai hukuman tersebut berpotensi memicu kerusuhan berskala luas. Pemerintahan sementara sebelumnya juga telah melarang seluruh aktivitas partai tersebut di Dhaka, langkah yang memicu reaksi keras dari para simpatisan.
Foto-foto dari Dhaka memperlihatkan warga menyalakan api di jalan, sebuah gambaran yang mengingatkan pada protes mahasiswa pada 2024 ketika mereka mendesak Hasina turun dari jabatan perdana menteri. Demonstrasi itu menjadi titik balik runtuhnya pemerintahan yang ia pimpin hampir satu dekade.
Respons Keras dari Hasina
Dalam pernyataan tertulis yang dikirim melalui email kepada berbagai media, Hasina menuduh pengadilan tidak independen dan dibentuk oleh pemerintahan tanpa mandat demokratis.
“Putusan ini penuh keberpihakan dan sarat kepentingan politik,” tulisnya. Ia juga menuding ada upaya sistematis dari unsur ekstremis di pemerintahan sementara untuk menghapus jejak politiknya serta melumpuhkan Liga Awami sebagai kekuatan utama di Bangladesh.
Putra Hasina, Sajeeb Wazed, menegaskan keluarga tidak akan mengambil langkah hukum apa pun sampai sistem demokrasi kembali berjalan normal. Menurutnya, banding baru akan dipertimbangkan setelah pemerintahan baru hasil pemilu 2026 terbentuk.
Arah Politik Bangladesh di Persimpangan
Vonis terhadap tokoh politik paling berpengaruh di Bangladesh itu menambah ketidakpastian menjelang pemilu 2026. Situasi keamanan yang memburuk serta polarisasi politik yang kian tajam membuat banyak pengamat menilai negara itu sedang memasuki salah satu fase paling genting dalam sejarah modernnya.
Meski proses hukum terus berjalan, masyarakat internasional dan berbagai kelompok lokal mendorong pemerintahan sementara memastikan stabilitas agar pesta demokrasi dapat berlangsung dengan aman.(Tim)









