KLIKINAJA, JAMBI – Pengadilan Tipikor Jambi menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Suliyanti, mantan anggota DPRD Provinsi Jambi, atas keterlibatannya dalam praktik suap pengesahan RAPBD 2017. Putusan yang dibacakan pada Selasa (9/12/2029) itu sekaligus menetapkan denda Rp50 juta dengan subsider satu bulan kurungan.
Majelis hakim yang dipimpin Tatap Urasima Situngkir menyampaikan bahwa vonis terhadap Suliyanti dijatuhkan setelah majelis mempertimbangkan rangkaian bukti serta peran terdakwa dalam skema suap yang melibatkan sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif. Hukuman tersebut jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sebelumnya meminta empat tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Dalam persidangan, hakim menjelaskan bahwa ada beberapa alasan yang meringankan vonis terhadap Suliyanti. Ia dinilai kooperatif selama proses hukum, tidak pernah tersandung perkara pidana sebelumnya, serta telah memasuki usia lanjut. Faktor-faktor ini membuat majelis menilai terdakwa layak mendapatkan pengurangan hukuman.
Meski demikian, majelis tetap menegaskan bahwa tindakan Suliyanti memiliki konsekuensi serius. Ia dinilai ikut menikmati atau membantu memperkaya pihak lain melalui pemberian uang terkait persetujuan anggaran daerah. Praktik tersebut disebut dilakukan secara sistematis dan memberi dampak buruk terhadap tata kelola keuangan negara.
Usai mendengarkan putusan, Suliyanti yang juga istri mantan Bupati Muaro Jambi, Burhanuddin Mahir menyatakan menerima keputusan pengadilan. Tanggapannya disampaikan singkat di hadapan wartawan setelah sidang berakhir.
Sementara itu, pihak KPK masih mempertimbangkan langkah lanjutan. Jaksa KPK Eko Wahyu mengatakan lembaganya memiliki waktu tujuh hari untuk menentukan sikap apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Ia menyebut tim penuntut masih melakukan analisis atas pertimbangan hakim.
Kasus suap pengesahan RAPBD Jambi 2017 menjadi salah satu perkara korupsi terbesar yang pernah diungkap KPK dari wilayah Sumatera. Investigasi lembaga antirasuah menunjukkan adanya pola pemberian “uang ketok palu” kepada para anggota DPRD sebagai imbalan untuk meloloskan pembahasan anggaran. Uang itu disiapkan pihak eksekutif, kemudian dialirkan melalui beberapa perantara sebelum dibagikan kepada sejumlah legislator.
Skandal tersebut telah menyeret banyak nama, termasuk mantan Gubernur Jambi Zumi Zola yang telah lebih dahulu menjalani hukuman. Temuan KPK menggambarkan bahwa praktik ini bukan insidental, melainkan berlangsung secara terencana dan terstruktur antara eksekutif dan legislatif.
Dalam konstruksi perkara, Suliyanti disebut ikut menerima aliran dana meski jumlahnya tidak sebesar beberapa terdakwa lainnya. Namun, penerimaan itu tetap dipandang sebagai bagian dari kesepakatan kolektif untuk memuluskan pengesahan RAPBD. Majelis hakim menilai keterlibatan sekecil apa pun tetap memiliki kontribusi terhadap terjadinya tindak pidana korupsi.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik karena menunjukkan bagaimana praktik suap dapat menggerogoti integritas institusi pemerintahan. Vonis terhadap Suliyanti menambah daftar panjang pejabat legislatif yang terjerat akibat skema uang ketok palu tersebut.
Putusan terhadap Suliyanti menegaskan bahwa skandal suap RAPBD Jambi 2017 masih menyisakan dampak hukum hingga kini. Meski hukuman yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutan jaksa, perkara ini menjadi pengingat bahwa pembahasan anggaran daerah harus diawasi ketat agar tidak kembali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.(Tim)









