KLIKINAJA – Gorengan sudah lama menjadi jajanan favorit masyarakat. Teksturnya yang renyah dan pilihan variannya yang beragam – mulai dari bakwan, tahu isi, tempe mendoan, sampai pisang goreng – membuat makanan ini selalu dicari. Namun di balik kenikmatannya, ada risiko kesehatan yang kerap diabaikan, terutama terkait kondisi kulit.
Ahli gizi Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh, menjelaskan bahwa proses menggoreng pada suhu tinggi menyebabkan terbentuknya lemak trans. Jenis lemak ini dikenal sebagai salah satu pemicu utama peradangan di tubuh, termasuk pada kulit. Ketika minyak dipakai berulang kali, jumlah lemak trans di dalamnya dapat meningkat secara signifikan.
Menurut penjelasan tersebut, makanan yang digoreng berpotensi membawa kandungan lemak trans lebih tinggi dibandingkan makanan olahan lain. Paparan lemak ini dapat memicu reaksi inflamasi, menjadikan kulit lebih mudah mengalami gangguan. “Oksidasi dari minyak membuat kulit kering, kusam, dan lebih rentan berjerawat,” ujar Lailatul melalui keterangan resmi UNAIR.
Selain peradangan, lemak trans juga turut meningkatkan produksi sebum. Sebum merupakan minyak alami yang dihasilkan kulit, dan ketika jumlahnya berlebih, pori-pori mudah tersumbat. Kondisi inilah yang memicu munculnya komedo dan jerawat pada beberapa orang. Bagi mereka yang memiliki kulit sensitif atau berminyak, konsumsi gorengan berlebih dapat memperparah kondisi kulit yang sudah bermasalah.
Risiko kesehatan tidak berhenti pada kulit saja. Lailatul mengingatkan bahwa konsumsi gorengan berlebihan dapat meningkatkan peluang terkena penyakit jantung, stroke, obesitas, hingga diabetes tipe 2. Gorengan mengandung lemak jenuh yang dapat menaikkan kadar kolesterol jahat (LDL) sekaligus menurunkan kolesterol baik (HDL). Ketidakseimbangan ini berpotensi memicu penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan plak.
Obesitas juga menjadi masalah lanjutan yang patut diwaspadai. Karena makanan yang digoreng menyerap lebih banyak minyak, kandungan kalorinya pun meningkat. Jika dikonsumsi secara rutin tanpa diimbangi pola makan sehat, berat badan dapat melonjak dengan cepat. Kondisi obesitas sendiri dapat memperburuk kesehatan kulit, termasuk memicu kulit kering dan ketidakseimbangan hormon.
Lailatul menambahkan, salah satu gangguan kulit yang dapat muncul akibat kondisi tersebut adalah acanthosis nigricans, yakni penggelapan warna kulit terutama pada area lipatan tubuh. Gangguan ini sering berkaitan dengan resistensi insulin dan kelebihan berat badan. “Konsumsi gorengan yang berlebihan dapat memperparah kondisi ini,” jelasnya.
Meski demikian, Lailatul menegaskan bahwa gorengan tidak sepenuhnya dilarang. Kuncinya ada pada porsi dan frekuensi. Mengatur waktu konsumsi, memastikan penggunaan minyak yang lebih sehat, serta tidak mengonsumsinya setiap hari dapat membantu mengurangi risiko buruk bagi tubuh maupun kulit. “Tidak ada larangan konsumsi gorengan, tetapi perlu bijak mengatur jumlah dan waktunya,” tutupnya.
Kesadaran akan dampak makanan cepat saji, khususnya gorengan, semakin penting di tengah gaya hidup masyarakat yang serba cepat. Dengan memahami risikonya, masyarakat diharapkan lebih selektif dalam mengonsumsi makanan sehari-hari demi menjaga kesehatan kulit dan tubuh secara menyeluruh.
Konsumsi gorengan tetap boleh dilakukan, tetapi penting untuk mengendalikan porsinya agar masalah kulit dan penyakit kronis dapat dicegah. Menggabungkan pola makan seimbang dan gaya hidup sehat menjadi langkah utama untuk menjaga kondisi tubuh tetap optimal.(Tim)









