Klikinaja, Jakarta – Kecerdasan buatan (AI) kini telah merevolusi berbagai sektor, menggantikan sejumlah pekerjaan yang dulunya hanya bisa dilakukan oleh manusia. Namun di balik ancaman disrupsi, CEO Google DeepMind, Demis Hassabis, melihat peluang besar bagi generasi masa depan untuk berkembang dan menciptakan jenis pekerjaan yang lebih bermakna.
Dalam wawancara yang dikutip dari AOL.com, Selasa (3/6/2025), Hassabis menyebut bahwa gelombang disrupsi AI ini bisa menjadi transformasi teknologi terbesar sepanjang sejarah, bahkan melampaui Revolusi Industri. Meski tampak mengkhawatirkan, ia yakin manusia mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan ini.
“Saya pikir pekerjaan baru akan bermunculan, dan pekerjaan tersebut akan sangat bernilai,” ujar Hassabis optimis.
Menurut Hassabis, generasi muda saat ini tumbuh dalam lingkungan yang penuh teknologi. Seperti generasi sebelumnya yang terbiasa dengan internet, anak-anak masa kini akan menjadi AI-native, atau generasi yang sejak kecil sudah akrab dengan kehadiran kecerdasan buatan.
Namun, untuk menghadapi masa depan yang kompetitif, ia menekankan pentingnya memilih jurusan kuliah yang tepat. Hassabis menyarankan agar pelajar mempertimbangkan bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), yang dianggap menjadi fondasi dalam memahami cara kerja dan pengembangan sistem AI.
“Penting bagi generasi muda untuk memahami dasar-dasar seperti matematika, fisika, dan ilmu komputer agar mampu menciptakan dan mengendalikan teknologi AI secara cerdas,” tambahnya.
Dalam ajang Google I/O yang digelar baru-baru ini, Hassabis bersama salah satu pendiri Google, Sergey Brin, menyebutkan bahwa pencapaian AGI (Artificial General Intelligence) – titik di mana kecerdasan AI menyamai atau bahkan melebihi kecerdasan manusia – kemungkinan besar akan terjadi pada tahun 2030.
Walau momen tersebut masih lima tahun ke depan, perubahan besar di dunia kerja sudah mulai terlihat. Berbagai perusahaan kini mulai menggantikan proses kerja tertentu dengan teknologi AI demi efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi.
Meskipun memiliki latar belakang pendidikan yang kuat sangat penting, Hassabis menekankan bahwa praktik langsung juga tak kalah berharga. Ia menyarankan masyarakat untuk aktif mengeksplorasi dan mencoba berbagai alat AI yang tersedia saat ini.
“Saya mendorong semua orang untuk mencoba sistem AI terbaru dan mencari cara untuk menggunakannya secara produktif dan kreatif. Rangkullah teknologi ini, dan jadikan sebagai alat untuk berinovasi,” tutup Hassabis.
Di tengah arus disrupsi AI yang semakin deras, memilih jurusan kuliah yang tepat serta membekali diri dengan keterampilan teknologi menjadi langkah penting dalam membangun masa depan yang cerah. Rekomendasi dari tokoh sekelas Demis Hassabis menjadi pengingat bahwa kita tidak harus takut terhadap teknologi—melainkan belajar memanfaatkannya secara bijak. (End)