KLIKINAJA – Badan Antariksa Eropa (ESA) memperingatkan kondisi orbit Bumi yang semakin dipenuhi jutaan serpihan sampah antariksa buatan manusia. Dalam laporan terbarunya yang dirilis pada 21 Oktober 2025, ESA menegaskan bahwa situasi ini kian berbahaya bagi satelit, astronaut, dan masa depan eksplorasi luar angkasa.
Orbit di sekitar planet kita kini bukan lagi ruang kosong yang aman. Menurut laporan Space Environment Report 2025, total massa seluruh benda buatan manusia yang mengitari Bumi telah menembus 13.500 metrik ton – angka yang jauh melampaui berat Menara Eiffel di Paris, yang sekitar 7.300 ton.
Serpihan logam, sisa roket, hingga satelit mati itu melesat di ruang angkasa dengan kecepatan puluhan ribu kilometer per jam. Kondisi tersebut menjadikannya ancaman serius, terutama bagi satelit aktif dan misi berawak di orbit rendah Bumi (LEO).
Insiden Terbaru di Luar Angkasa
Bahaya sampah antariksa bukan lagi teori. Badan Antariksa China (CMSA) baru-baru ini mengonfirmasi adanya insiden yang menimpa pesawat luar angkasa Shenzhou-20. Dalam pernyataannya di media sosial Weibo, CMSA menyebut pesawat itu kemungkinan terkena serpihan kecil saat berada di orbit, memaksa penundaan kepulangan tiga astronaut yang berada di dalamnya.
“Analisis dampak dan evaluasi risiko masih berlangsung,” ujar CMSA, menegaskan bahwa kejadian tersebut menjadi peringatan serius bagi seluruh negara dengan aktivitas antariksa aktif.
Apa yang Dimaksud Sampah Antariksa?
ESA mendefinisikan sampah antariksa (space debris) sebagai semua objek buatan manusia yang sudah tidak berfungsi di orbit Bumi, termasuk fragmen dari tabrakan, sisa peluncuran roket, serta benda-benda kecil seperti penutup lensa atau alat yang terlepas dari astronaut.
Meski tampak sepele, benda berukuran satu sentimeter saja dapat menghasilkan energi setara ledakan granat jika menabrak satelit, karena melaju dengan kecepatan hipersonik tanpa hambatan udara.
Jumlah Serpihan Terus Meningkat
ESA menyoroti tren yang kian mengkhawatirkan. Sepanjang 2024, jumlah peluncuran satelit baru memang sedikit melambat, namun total massa objek di orbit justru meningkat. Hal itu diperparah oleh peristiwa fragmentasi, yakni pecahnya benda di orbit menjadi ribuan serpihan kecil.
Dalam satu tahun terakhir, tercatat lebih dari 3.000 potongan baru yang dapat dilacak hasil dari beberapa peristiwa tabrakan atau ledakan. Rata-rata, setiap tahun terjadi sekitar 10 insiden fragmentasi tidak disengaja, dan jumlah ini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Risiko Kian Tinggi, Perlu Tindakan Cepat
Para ilmuwan ESA memperingatkan bahwa tingkat kepatuhan operator satelit terhadap pedoman mitigasi sampah luar angkasa masih rendah. Bila tren ini dibiarkan, orbit Bumi dapat menjadi terlalu berbahaya untuk digunakan di masa depan — kondisi yang dikenal sebagai Sindrom Kessler, ketika tabrakan berantai menciptakan lebih banyak puing.
Bahkan jika semua peluncuran dihentikan hari ini, ESA memperkirakan jumlah serpihan akan terus bertambah akibat tabrakan antarobjek yang sudah ada. Risiko tersebut diprediksi empat kali lebih tinggi dari batas aman untuk keberlanjutan orbit jangka panjang.
Langkah Mitigasi dan Kebijakan Baru
Sebagai upaya pencegahan, ESA kini mengusulkan standar lebih ketat bagi seluruh operator satelit. Salah satu kebijakan yang tengah dibahas adalah kewajiban menurunkan satelit dari orbit maksimal lima tahun setelah misinya berakhir, jauh lebih singkat dibandingkan aturan lama yang memberi waktu hingga 25 tahun.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi risiko tabrakan dan memperlambat pertumbuhan sampah antariksa yang kini telah menjelma menjadi ancaman global.
Masalah sampah antariksa kini menjadi tantangan besar bagi seluruh negara dengan program luar angkasa aktif. Tanpa tindakan kolektif dan disiplin global, orbit Bumi dapat berubah menjadi ladang berbahaya yang mengancam kelangsungan komunikasi, navigasi, hingga eksplorasi antariksa di masa depan.(Tim)









