Klikinaja – Dalam beberapa tahun terakhir, pemanis nol kalori semakin di gemari masyarakat, terutama mereka yang peduli kesehatan atau memiliki kondisi medis seperti diabetes. Produk ini kerap di promosikan sebagai alternatif gula dengan klaim lebih sehat.
Namun, menurut dokter spesialis gizi Universitas Indonesia, dr. Consistania Ribuan, Sp.GK, AIFO-K, FINEM, anggapan bahwa semua pemanis non-gula otomatis lebih baik untuk kesehatan tidak sepenuhnya tepat.
“Kalau untuk penderita diabetes atau orang yang memang ingin mengurangi konsumsi gula, pemanis jenis ini bisa jadi pilihan. Tapi tetap ada hal yang perlu di perhatikan,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam acara Ravelle di Jakarta, Minggu (28/9).
Meski banyak produk menawarkan label “alami”, dr. Consistania menekankan bahwa konsumen harus berhati-hati. Pemanis yang benar-benar berasal dari tumbuhan murni umumnya lebih aman. Tetapi, tidak sedikit produk di pasaran yang di campur zat tambahan lain, dan hal itu justru bisa berisiko bagi kesehatan.
“Kalau pemanis itu murni dari tumbuhan tanpa tambahan lain, masih bisa di gunakan. Tapi masalahnya banyak produk di campur zat tambahan, dan itu yang perlu di waspadai,” jelasnya.
Salah satu kandungan yang perlu di hindari adalah sukrosa, yaitu gula sederhana yang sering di temukan pada makanan olahan. “Kalau di label tertulis sukrosa, berarti itu gula biasa. Konsumsinya harus di batasi, apalagi dalam jumlah besar,” tambahnya.
Pemanis alternatif memang bisa membantu menurunkan asupan gula harian. Tetapi, dr. Consistania menegaskan bahwa hal ini bukan berarti masyarakat bebas mengonsumsi makanan manis tanpa batas.
“Banyak orang berpikir kalau sudah pakai pemanis non-gula berarti aman. Padahal, yang terpenting adalah melatih diri untuk tidak terbiasa dengan rasa manis berlebihan,” tegasnya.
Dengan kata lain, meskipun pemanis nol kalori bisa menjadi solusi, tetap ada syarat yang harus di penuhi: edukasi konsumen mengenai cara membaca label komposisi dan memahami kandungan gizi.
Pakar gizi itu menegaskan, inti dari pola makan sehat bukan hanya mengganti gula dengan pemanis nol kalori, tetapi juga membangun kebiasaan mengontrol konsumsi makanan manis.
“Pemanis alternatif bisa membantu, tapi jangan di jadikan alasan untuk makan apa saja. Kuncinya tetap ada pada kesadaran membaca label dan mengatur pola makan,” kata dr. Consistania.
Tren pemanis nol kalori memang menjanjikan bagi penderita diabetes maupun mereka yang ingin mengurangi gula. Tetapi, masyarakat tetap harus bijak dalam memilih produk, memastikan kandungan yang aman, dan tidak berlebihan dalam konsumsi makanan manis.
Dengan pemahaman yang tepat, pemanis non-gula bisa menjadi salah satu strategi menjaga kesehatan, tanpa menimbulkan efek samping yang justru merugikan. (Tim)









