Klikinaja, Jakarta – Gempa kuat bermagnitudo 7,4 yang mengguncang Laut Filipina pada Jumat (10/10/2025) siang ternyata juga “mengetes” kesiapan sistem deteksi dini tsunami milik Indonesia. Hasilnya? Sistem milik BMKG terbukti sigap dan berjalan efektif merekam perubahan muka laut di sejumlah wilayah utara Sulawesi.
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa alat pantau di Essang, Beo, Melonguane, Ganalo, Sangihe, hingga Morotai dan Halmahera Barat berhasil menangkap sinyal perubahan tinggi muka air laut hanya dalam waktu kurang dari 30 menit setelah gempa terjadi.
“Gelombang tertinggi terpantau sekitar 17 sentimeter di Essang, sementara di lokasi lain antara 5 hingga 11 sentimeter. Ini termasuk kategori tsunami minor, tapi sistem kita bisa mendeteksinya dengan cepat dan akurat,” jelas Daryono, di kutip dari keterangannya.
Ia menambahkan, kemampuan sistem deteksi dini ini menegaskan bahwa infrastruktur observasi Indonesia sudah cukup siap menghadapi potensi tsunami, terutama di kawasan laut perbatasan utara yang rawan aktivitas seismik.
Tak hanya alat, respons manusia di balik sistem juga ikut berperan. Menurut Daryono, koordinasi antara BMKG, BNPB, dan BPBD di daerah berlangsung sangat cepat. Peringatan dini bisa segera diteruskan ke masyarakat agar tetap waspada tanpa menimbulkan kepanikan.
“Komunikasi lintas instansi berjalan lancar. Informasi langsung di sebarkan ke daerah-daerah berpotensi terdampak,” ujarnya.
Sementara itu, BMKG merinci bahwa gempa dengan kekuatan 7,4 magnitudo tersebut terjadi pukul 08.43 WIB, dengan pusat gempa berada di koordinat 7,23° LU dan 126,83° BT, sekitar 275 kilometer barat laut Pulau Karatung, Sulawesi Utara. Gempa yang terjadi di kedalaman 58 kilometer itu di picu oleh aktivitas patahan naik di zona subduksi Laut Filipina.
Usai gempa, BMKG langsung mengeluarkan peringatan dini tsunami dengan status Waspada untuk sejumlah wilayah, seperti Kepulauan Talaud, Bitung, Minahasa bagian selatan, hingga Supiori di Papua. Beruntung, hingga saat ini belum ada laporan kerusakan serius ataupun korban jiwa.
BMKG tetap mengimbau warga pesisir untuk menjauh sementara dari pantai dan terus memantau informasi resmi hingga peringatan di cabut.
“Langkah kecil seperti menjauh dari pantai bisa menyelamatkan banyak nyawa,” pesan Daryono.
Kejadian ini sekaligus menjadi bukti nyata bahwa sistem deteksi dini tsunami BMKG bukan hanya berfungsi di atas kertas, tetapi benar-benar siap bekerja saat situasi genting. Indonesia pun makin mantap melangkah dalam upaya memperkuat mitigasi bencana di kawasan rawan gempa dan tsunami. (Tim)








