KLIKINAJA, BENGKULU – Kasih sayang seorang ayah di Bengkulu berujung pada meja hijau. Donang Omsi, warga yang bekerja di perusahaan perkebunan sawit, harus menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Arga Makmur setelah tertangkap mencuri dua tandan buah sawit.
Motifnya mengundang simpati – ia nekat melakukan aksi itu demi membeli seragam baru untuk anaknya yang sudah robek.
Peristiwa tersebut terjadi pada 22 Agustus 2025, ketika Donang melihat anaknya pulang sekolah dengan pakaian lusuh dan sobek. Hatinya tergerak, namun keterbatasan ekonomi membuatnya gelap mata.
Keesokan harinya, pria itu pergi ke area perkebunan tempatnya bekerja dan memotong dua tandan sawit milik PT Riau Agrindo Agung (RAA) menggunakan alat dodos.
Namun nasib berkata lain. Saat membawa hasil curian tersebut, aksinya dipergoki petugas keamanan perusahaan. Donang langsung diamankan dan mengakui perbuatannya tanpa perlawanan.
Dua tandan sawit seberat sekitar 55 kilogram itu diperkirakan bernilai Rp199.980.
Proses Hukum dan Putusan Hakim
Kasus ini berlanjut ke meja hijau dan disidangkan di PN Arga Makmur pada Jumat, 17 Oktober 2025. Hakim tunggal Nurafni membacakan fakta persidangan yang menyebutkan bahwa Donang mencuri sawit semata-mata untuk membeli seragam sekolah bagi anaknya.
“Buah sawit itu belum sempat dijual karena pelaku sudah tertangkap tangan dan mengakui kesalahannya,” ujar Nurafni, dikutip dari situs resmi Mahkamah Agung.
Melihat kondisi tersebut, hakim mendorong penyelesaian perkara melalui restorative justice atau keadilan restoratif — sebuah pendekatan hukum yang mengutamakan pemulihan hubungan sosial antara pelaku dan korban.
Proses mediasi pun dilakukan, dan kedua pihak sepakat berdamai. Kesepakatan itu dituangkan secara tertulis di hadapan pengadilan.
Pertimbangan Restorative Justice
Menurut hakim, perkara ini memenuhi syarat untuk diselesaikan dengan pendekatan restoratif. Nilai kerugian yang kecil, ancaman pidana di bawah lima tahun, permintaan maaf dari terdakwa, serta kesediaan korban untuk berdamai menjadi dasar keputusan tersebut.
“Keadilan restoratif tidak hanya menghentikan proses pidana, tetapi juga memulihkan hubungan sosial dan moral di masyarakat,” kata Nurafni.
Dengan pertimbangan itu, pengadilan menjatuhkan hukuman percobaan kepada Donang. Ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana penjara satu bulan dengan masa percobaan lima bulan. Artinya, ia tidak harus menjalani hukuman fisik selama tidak mengulangi kesalahan serupa.
Makna di Balik Kasus
Kasus ini menjadi pengingat bahwa persoalan ekonomi kerap mendorong seseorang melakukan tindakan di luar batas. Namun, penerapan keadilan restoratif menunjukkan sisi humanis hukum di Indonesia – bahwa tidak semua pelanggaran harus berakhir dengan pemenjaraan, terutama jika ada niat baik dan penyesalan tulus dari pelaku.(Tim)









